6 Alasan Utama Mengapa Orang Jepang Tidak Bisa Berbahasa Inggris
Terlepas dari pendidikan standar 12 tahun belajar bahasa Inggris sejak sekolah dasar hingga universitas, banyak orang Jepang yang merasa kesulitan berbahasa (khususnya dalam hal berbicara) Inggris. Namun, dengan semakin mendekati penyelenggaraan Olimpiade Tokyo 2020 dan Expo 2025 di Osaka, Jepang melakukan upaya signifikan menuju globalisasi. Berikut adalah beberapa alasan utama mengapa Jepang tertinggal dari negara lain dalam hal pendidikan bahasa Inggis.
This post may contain affiliate links. If you buy through them, we may earn a commission at no additional cost to you.
*Artikel ini ditulis oleh orang Jepang yang lahir dan dibesarkan di Jepang, serta telah mengikuti sistem pendidikan Jepang, dan belajar bahasa Inggris secara otodidak. Ini adalah hasil pengamatan yang dibuat olehnya tentang afinitas dan kesulitan yang cenderung dimiliki orang Jepang terhadap bahasa Inggris.
1. Pendidikan Bahasa Inggris Terbatas pada Pelajaran Dasar yang Diarahkan Menuju Kelulusan Ujian
Dalam pendidikan bahasa Inggris, sekolah-sekolah Jepang sebagian besar berfokus pada membaca dan menulis. Keterampilan ini utamanya diasah dengan tujuan untuk dapat lulus ujian, dan waktu yang dihabiskan untuk melatih kemampuan berbicara dan mendengar sangatlah sedikit. Sederhananya, sistem pendidikan Jepang jelas kurang memiliki metode yang tepat untuk mempelajari bahasa Inggris dalam kehidupan nyata. Semakin bertambahnya usia pelajar, mereka menulis dan membaca esai yang lebih panjang dalam bahasa Inggris, tetapi pada akhirnya hal itu tidak serta merta berkontribusi pada kemampuan bahasa Inggris yang lebih baik. Membaca kutipan dari novel dan menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan kutipan tersebut hanya berfungsi untuk menguji kemampuan pemahaman membaca seseorang, pengetahuan tentang kosa kata, dan frasa idiomatik. Walaupun hal tersebut dapat menunjukkan tingkat kemampuan bahasa Inggris, itu masih jauh dari kelancaran bahasa yang sebenarnya.
Di sebagian besar kelas, guru berdiri di depan dan murid-murid mencatat dengan tenang. Gaya mengajar Jepang kuno seperti ini tidak cocok untuk belajar bahasa Inggris. Selain itu, tidak jarang pula guru bahasa Inggris di Jepang hanya perlu lulus tes kosa kata sederhana untuk mendapatkan pekerjaan, padahal tidak lancar berbicara bahasa Inggris. Dalam beberapa tahun terakhir, Anda akan melihat beberapa sekolah memberlakukan latihan interaktif menggunakan bahasa Inggris antara murid dan guru selama kelas berlangsung. Namun, mereka melewatkan proses memperoleh keterampilan melalui kegagalan, yang merupakan langkah penting ketika mempelajari sesuatu. Guru lebih sering berbicara di depan kelas, kemudian murid mendengarkan dan berlatih pengucapan, lalu kelas berakhir begitu saja. Dengan kata lain, walaupun pelajar Jepang unggul dalam pengetahuan luas tentang struktur bahasa dan kosa kata, mereka tidak pernah mendapatkan kesempatan untuk membuat kesalahan dan belajar darinya.
2. Sistem Pendidikan Bahasa Inggris Belum Mengarahkan Pada Keterampilan Penting untuk Belajar Bahasa Inggris
Untuk meringkas apa yang sudah kita bahas sejauh ini, masalah pendidikan bahasa Inggris di Jepang timbul karena tidak adanya cukup waktu yang diluangkan untuk menggunakan ilmu yang telah dipelajari secara langsung. Mereka tidak tahu cara menggunakan keterampilan tersebut dan justru berfokus untuk mendapatkan nilai bagus ketika ujian/lulus ujian, yang tidak akan mengarah pada kelancaran berbahasa. Terlebih lagi, hanya ada sedikit kesempatan untuk berbicara dengan penutur asli bahasa Inggris, melakukan percakapan, "berdebat", presentasi dalam bahasa Inggris pun sangat jarang. Selain menonton film, orang Jepang cenderung hanya berinteraksi dengan bahasa Inggris dalam bentuk tulis.
Saat belajar berbicara bahasa baru, Anda perlu keterampilan dan tidak hanya sekedar kosa kata atau informasi saja. Bahkan meskipun Anda tahu cara menggunakannya, hal itu akan sulit untuk ditingkatkan tanpa praktek sesungguhnya. Poin yang paling penting ketika melakukan percakapan adalah memasukkan pikiran Anda ke dalam kata-kata. Tidak akan ada gunanya apabila Anda hanya mengisi otak dengan kosa kata dan frasa. Pengetahuan akan bermanfaat dan menjadi "pengiring" praktek. Cara mengajar yang digunakan pada kelas bahasa Inggris di Jepang diibaratkan seperti pelatih sepak bola yang mengajarkan pemain untuk menendang bola melewati kiper hanya melalui kata-kata, dan bukan latihan sebenarnya.
3. Pendidikan Jepang Mendorong Mentalitas Kelompok - Kehilangan Kesempatan untuk Belajar karena Takut Membuat Kesalahan
"Dengan membuat kesalahan, Anda bisa belajar sesuatu yang baru". Ini bukanlah konsep yang asing di Jepang. Namun, alasan orang Jepang kesulitan menguasai bahasa baru bukan hanya karena cara yang diajarkan di kelas saja, tetapi itu juga memiliki kaitan erat dengan karakteristik nasional yang berakar pada sistem pendidikan.
Di sekolah-sekolah Jepang, murid belajar tentang menjadi bagian dari suatu kelompok dan pentingnya bergerak bersama kelompok tersebut. Tipe pendidikan inilah yang membentuk rasa takut untuk bertindak berbeda dari orang-orang di sekitarnya. Tentu saja, setiap orang memiliki keunikan dengan caranya masing-masing, tetapi orang Jepang diajarkan untuk berorientasi pada kelompok sejak usia muda, dan banyak orang berpikir bahwa mengikuti apa yang dilakukan orang lain adalah hal yang benar untuk dilakukan. Secara umum, orang Jepang terbiasa untuk bersikap tidak mencolok pada lingkungan mereka. Banyak anak yang tumbuh dengan mentalitas ini dalam pendidikan mereka hingga dewasa.
Itulah sebabnya mengapa banyak orang menahan diri untuk tidak berbicara dan menjawab pertanyaan di kelas. Daripada membuat kesalahan, mereka mengutamakan menghindari perasaan malu, dan bahkan tidak mencoba untuk menantang diri mereka sendiri.
Karakteristik orang Jepang lainya adalah kepribadian "pemalu", yang mendorong seseorang untuk selalu memperhatikan lingkungan mereka sebelum bertindak. Sebagian besar orang Jepang merasa berat dan sulit untuk berbicara di depan kelas, jadi hanya ada sedikit kesempatan bagi seseorang untuk aktif berbicara dengan bahasa Inggris dalam lingkungan pendidikan seperti ini.
4. Bahasa Inggris Tidak Diperlukan di Masyarakat Jepang
Daeah seperti wilayah Kanto (Tokyo, Yokohama, dll) dan wilayah Kansai (Osaka, Kyoto, dll) memiliki populasi penduduk dan wisatawan asing yang relatif tinggi, tetapi tidak di wilayah lain yang hanya menyediakan sedikit kesempatan bagi orang-orang untuk berinteraksi dengan penutur asli bahasa Inggris. Oleh sebab itulah tidak banyak orang Jepang yang menganggap bahasa Inggris diperlukan untuk kehidupan sehari-hari.
Jepang terus berkembang selama bertahun-tahun di bawah pengaruh bahasa dan budaya Barat. Ini dapat dilihat dari berbagai aspek di seluruh Jepang, terutama pada papan tanda berbahasa Inggris yang terlihat di stasiun-stasiun, jalanan, iklan, desain pakaian, dan masih banyak lagi. Meskipun hal itu tampak tidak masalah dari sudut pandang orang Jepang, sering kali ada kesalahan penggunaan bahasa Inggris yang akan langsung disadari oleh penutur aslinya. Mungkin ada banyak orang yang membeli pakaian hanya karena mereka suka dengan desainnya dan tidak terlalu memperdulikan kalimat dalam bahasa Inggris pada pakaian yang dibeli. Jika Anda berada di Jepang untuk liburan, coba perhatikan apa yang orang kenakan di jalanan! Anda pasti akan melihat bahasa Inggris yang aneh di semua tempat.
Terlebih lagi, pada skala internasional, Jepang adalah masyarakat yang sangat homogen, sebagian besar populasinya merupakan penduduk Jepang asli. Dalam beberapa tahun terakhir, semakin banyak orang dari luar negeri yang pindah ke Jepang, dan ada peningkatan wisatawan asing dari tahun ke tahun. Jumlah orang asing yang terlihat di jalan pun terus meningkat di kota-kota besar. Namun, jumlah tersebut masih terbilang cukup rendah sehingga kebanyakan orang Jepang menganggap tidak perlu untuk belajar bahasa Inggris.
5. Huruf Katakana Semakin Menghambat Pembelajaran Bahasa Inggris
Budaya Jepang yang menampilkan berbagai aspek unik, seperti anime, manga, video game, elektronik, dan mobil, telah mengalami beberapa perubahan luar biasa selama bertahun-tahun. Segala macam ide, mulai dari makanan, budaya, hingga IT, telah diserap dari seluruh dunia dan diintegrasikan dengan mulus ke dalam budaya Jepang. Tidak diragukan lagi, Jepang sudah sangat apik dalam mengambil konsep dari luar negeri dan menjadikannya kreasi Jepang asli. Misalnya, omelet dibuat menjadi "omurice", dan taco diubah menjadi "nasi taco". Jepang sangat terampil dalam mengambil ide asing selama itu tidak melibatkan bahasa.
6. Bahasa Jepang Penuh dengan "Wasei Eigo", Kata Bahasa Inggris Buatan Jepang yang Sebenarnya Tidak Digunakan dalam Bahasa Inggris
"Wasei eigo", atau kata-kata bahasa Inggris buatan Jepang, juga merupakan faktor lain yang menghambat peningkatan bahasa Inggris orang Jepang. Kata-kata itu tidak ada dalam bahasa Inggris, tetapi dibuat dengan menggabungkan kata-kata bahasa Inggris untuk mencocokkan kebutuhan bahasa orang Jepang. Beberapa contoh di antaranya, "charm point" untuk "best feature", "skinship" untuk "physical contact", dan "morning call" untuk "wake-up call". Dengan membuat kata-kata baru yang mereka anggap tidak terlalu sulit, itu justru akan mempersulit orang Jepang untuk belajar bahasa Inggris.
Contoh mencolok lain dari wasei eigo adalah kata "imechen" (kependekan dari image change). Kata ini digunakan ketika seseorang ingin benar-benar merubah penampilan mereka. Jika seseorang ingin mengganti gaya rambut, ia akan mengatakan "I want to image change", tetapi itu tidak akan dipahami oleh penutur asli bahasa Inggris. Anda hanya tahu bahwa mereka ingin melakukan sesuatu, tetapi Anda tidak akan mengerti sesuatu yang dimaksud itu.
"Tension" juga merupakan kata yang sering digunakan sehari-hari dalam bahasa Jepang untuk menunjukkan kegembiraan, tetapi dalam bahasa Inggris, "tension" digunakan ketika mengekspresikan perasaan agitasi (kecemasan atau kegugupan). Apabila seseorang mengatakan "I'm so high tension!", itu akan menimbulkan kebingungan.
Kata-kata ini digunakan sehari-hari oleh orang Jepang dengan anggapan bahwa kata-kata tersebut juga memiliki arti yang sama dalam penggunaannya pada bahasa Inggris. Semua itu mereka gunakan secara luas di internet, media, dan percakapan sehari-hari, tetapi sebenarnya mereka sendirilah yang membuat penghalang besar bagi orang Jepang yang ingin atau sedang belajar bahasa Inggris.
Kesimpulan
6 faktor utama di atas menjelaskan mengapa sebagian besar orang Jepang tidak bisa berbahasa Inggris. Namun, masyarakat Jepang belum sepenuhnya memahami alasan tersebut, dan dengan sedikit atau tidak adanya perubahan dalam sistem pendidikan, masalah ini tidak akan menjadi lebih baik, tidak peduli berapa lama waktu berlalu. Sebenarnya ada banyak orang Jepang yang ingin belajar bahasa Inggris, tetapi mereka tidak bisa karena tidak mengetahui cara yang tepat. Kenyataannya, berbicara bahasa Inggris dengan benar akan menjadi hal yang semakin penting bagi Jepang di era globalisasi ini.
Jadi, selama kunjungan Anda di Jepang, daripada berasumsi bahwa semua orang Jepang tidak bisa berbahasa Inggris, cobalah berbicara pada mereka dengan kalimat yang jelas dan sederhana. Anda mungkin akan terlibat percakapan singkat, dan itu akan membantu membangun percaya diri pada kemampuan bahasa Inggris mereka. Seiring berjalannya waktu, usaha ini mungkin akan membuahkan hasil dan mengarah menuju ke dunia yang lebih baik untuk semua orang.
Jika Anda ingin memberikan komentar pada salah satu artikel kami, memiliki ide untuk pembahasan yang ingin Anda baca, atau memiliki pertanyaan mengenai Jepang, hubungi kami di Facebook, Twitter, atau Instagram!
Misalnya, "application" yang biasa disebut "apuli", "patrol car" adalah "patocaa", "air conditioner" disebut "eacon", "intellectual" disebut "inteli". Semua kata itu ditulis dengan katakana, huruf yang digunakan untuk menulis kata dari bahasa asing dan umumnya dipakai pada bahasa Jepang. Di sinilah letak masalahnya.
Contoh lainnya adalah layanan berlangganan musik Spotify dan Apple Music. Orang Jepang menyebut media itu dengan "sabusuku" untuk "subscription (berlangganan)". Namun, itu tidak berlaku untuk layanan berlangganan film seperti Netflix dan Amazon Prime. Dengan beberapa alasan, kedua media itu disebut dengan nama masing-masing dan bukan "sabusuku". Hal ini terjadi karena mungkin sebagian besar orang Jepang tidak mengerti apa arti "sabusuku" dan dari mana kata aslinya berasal. Seseorang mulai mengucapkan kata-kata yang disingkat ini karena mereka mendekati kata-kata aslinya dan mudah untuk diucapkan.
Apalagi, dalam beberapa tahun terakhir, orang Jepang sering menggunakan kata bahasa Inggris yang sudah di katakana-kan untuk menggantikan kata-kata yang sudah ada dalam bahasa Jepang. Itu menjadi masalah besar yang menghambat kemampuan belajar bahasa Inggris orang Jepang. Contohnya, kata "launch" yang berarti "tachiage" dalam bahasa Jepang, yang kemudian berkembang ke dalam percakapan bahasa Jepang sehari-hari menjadi bentuk katakana: roonchi. Meskipun "tachiage" sendiri sudah lebih dari cukup untuk menyampaikan makna kata ini, kata seperti "roonchi paati" (launch party - pesta peluncuran) justru lebih sering digunakan. Akibatnya, ada banyak orang yang menjadi tidak yakin dengan cara pengucapan kata yang tepat, seperti kata "black", "red", "light", dan "rigth". Ditambah lagi, kata-kata dengan huruf "r" dan "l" dilafalkan sama persis dalam bahasa Jepang.
The information in this article is accurate at the time of publication.